Translate

Sabtu, 03 Desember 2016

#Aksidamai212

Mohon maaf jk saya ikut nimbrung perihal #AksiDamai212 hari ini. Hanya ingin menyampaikan apa yg saya lihat secara langsung & rasakan tanpa bermaksud tendensi.

APA YANG SAYA LIHAT & RASAKAN SEBAGAI PESERTA YG TIDAK IKUT AKSI DAMAI 212 ?

Saya sejak tadi malem sdh deg-degan, turut berdoa malam khusuk sampai gemetaran (Saking deg2annya) mendoakan agar acara hari ini berjalan dgn damai. Saya mengikuti semua proses di lapangan dari media sosial & para sahabat yg kontra dgn saya (karena saya pendukung Ahok), namun disisi lain saya mencoba memposisikan diri saya seperti mereka, perjuangan mereka dan saya sangat menghormatinya.

Apa yg terjadi tadi pagi - malam ini sangat jauh di luar perkiraan saya. Di tengah ketakutan saya, dan kebenaran kantor saya memberikan ijin pulang dengan cepat, maka saya coba ikut berbaur dgn mereka yg saya anggap jg sebagai saudara saya meski kami berbeda dlm hal pilihan, bukan berarti saya menjadikan itu tameng.

Saya kaget. Damai sekali. Bulu kuduk saya berdiri, merinding. Sungguh. Saya menangis saat melihat bapak2 tua yg kakinya bengkak, kecapean jalan jauh tapi tetap semangat (Sepertinya umurnya 60-70an tahun). Saya salut melihat ibu-ibu berlomba membawa dan membagikan makanan minuman kpd para peserta, tidak malu dmn wajah mereka sudah luntur make up dan kehujanan namun wajah mereka sumringah.

Saya melihat peserta yg bajunya basah kotor akibat hujan sembari memungut sampah dan memasukkannya ke plastik hitam besar. Saya melihat seorang pria sedang duduk sambil minum dan saya tanya "Cape ya mas?", jawabannya "Iya mba, saya cape, saya dari Kalimantan, namun saya bahagia mba, bisa sholat bersama dgn seramai ini". Saya jawab kembali "Semangat ya mas biar gak terasa lelahnya". Ok mba terimakasih, jawab mas itu.

Saya melihat langsung mereka yg menjalankan ibadah dgn sangat tertib. Banyak yg mengeluarkan airmata. Khusuk sekali.

Sebenarnya kalu boleh jujur saya saat itu malu sekali kpd diri saya sendiri. Saya merasa tidak pantas berada diantara mereka. Malu krn belum tentu saya paling benar dari mereka hny karna saya dan mereka berbeda pilihan. Belum tentu keimanan saya lbh kuat memuji Tuhan dibandingkan mereka. Apa yg saya angkuhkan sehingga saya harus terlihat paling benar dgn mengolok2? Saya terdiam. Hati saya seperti sakit.

Saat proses berjalan, Saya ditawari minuman teh manis panas (Gratis) oleh peserta, saya bilang bahwa saya bukan bagian dr acara ini dan mereka jawab "gak apa2 mba, ambillah, mba kan saudara saya juga, kami hanya merasa bahagia saja hari ini. Apa yg terjadi saat ini mungkin memang jalan Allah agar kita semua bisa belajar".

Sumpah saya kaget dengan jawabannya. Saya ambil dengan sigap dan saya habiskan teh yg diberikan di depan mereka sbg bukti saya menghargai mereka dan saya melanjutkan jalan saya ke arah tugu tani & lanjut menuju tempat tinggal saya di Sudirman.

Saya perhatikan wajah mereka sangat bahagia, damai, tidak ada rasa kecewa, tidak ada sedih, tidak merasa rugi maupun dirugikan, mereka justru semakin erat, semakin kenal satu sama lain dan saya meyakini keimanan mereka semakin kuat kepada Allah. Kita semua bisa belajar dari mereka ttg kesungguhan. Ttg keimanan. Banyak hal.

Saya sangat menghargai mereka sebagai saudara saya sebangsa setanah air. Saya memberi senyum kepada mereka hanya karena mereka saudara saya dan menghormati apa yg telah mereka perjuangkan. Saya menyalami mereka semampu saya.

Saya mendapat banyak pelajaran hari ini. Saya belajar lagi untuk tidak akan mau lagi mudah terpancing, tidak mau lagi menjadi bagian dari yg berfikir negatif dalam berkata-kata dan menyikapi persoalan, untuk tidak mudah tersulut namun melihat sebuah persoalan dari berbagai sisi.

Saya mengacungkan jempol kepada semua pihak yg turut menjaga kedamaian aksi damai hari ini.

Bapak Presiden, Wakil Presiden, Segenap jajaran Pejabat yg turut hadir memantau situasi, dan para saudara sebangsa setanah air yg sangat menjaga situasi.

Saya memetik pelajaran positif yg sangat banyak hari ini terlepas dari apapun yg menjadi tuntutan mereka terhadap pemerintah.

Saya belajar ttg kesungguhan hati, ttg cinta seperti bagaimana kesungguhan hati mereka mampu membuat hati mereka damai meski saya melihat perjuangan mereka untuk bisa sampai berada di lokasi untuk beribadah tidak mudah (Ada yg jalan kaki bermalam2, ada yg membawa duit seadanya, dll nya).

Mereka damai sejahtera sekali. Mengapa saya harus membenci mereka hanya karena banyak perbedaan? Mengapa saya mudah tersulut hanya karna situasi menyulut? Tidak. Saya tidak akan mengulangi lagi.

Akhir kata, saya sebagai seorang yg berbeda dgn mereka sangat berterimakasih, dgn kejadian hari ini banyak hal-hal positif yg bisa saya petik dan saya yakin demikian jg dengan pemerintah. Banyak sekali. Biarlah ini mjd bahan introspeksi kpd diri sendiri & bagaimana menyikapi sebuah persoalan. Introspeksi kpd yg pro dan yg kontra. Introspeksi kpd pemerintah dan masyarakat.

Indonesia telah mencetak sejarah & telah menunjukkan kepada dunia, bahwa kita, anak dari bumi pertiwi Indonesia adalah pribadi yg penuh damai & penuh menghargai persaudaraan. Kita bersaudara.

Biarlah apa yg terjadi hari ini menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua, menjadikan momentum ini sebagai pengikat bagi kita semua bhw seberapa besarpun tali pemisah diantara kita, pembeda dlm banyak hal, darah kita masih satu : INDONESIA.

Majulah bangsaku.
Majulah Indonesia.

Kepada saudara-saudaraku yg sedang menuju kembali ke rumah masing-masing baik di Jakarta maupun diluar Jakarta, selamat jalan, hati-hati di jalan, sampai dgn selamat di tujuan dan salam hangatku untuk saudara sekalian.

Salam 1.000 jempol untuk keberagaman Indonesia yg penuh damai.

Laura - Jakarta
02 Desember 2016.

#Mohon maaf atas tulisan amatiran saya ini yg dibuat secara lgs. Saya sedang menikmati malam penuh damai sehabis hujan. Saya berterimakasih kpd Tuhan & bersyukur sembari duduk menyeruput kopi di gedung Mayapada Tower sambil menatap jalan raya Sudirman.


Ippho Santosa - ipphoright:

Sesuai labelnya, Aksi 212 beneran damai alias super damai. Sejatinya Aksi 411 juga sangat damai. Dan ini tidak mudah, apalagi kalau ditilik dari jumlah massa yang masing-masing aksi mencapai lebih 2 juta orang (cek Google Earth). Ramai tapi relatif damai.

Ya, ini aksi bermartabat. Boleh diadu dengan unjuk rasa manapun sedunia sepanjang sejarah, termasuk negara-negara maju yang ngakunya lebih demokratis. Adakah seramai dan sedamai ini? Kapolri saja mengakui, tak satu pun pohon tumbang.

Selama ini unjuk rasa identik dengan kekerasan dan kerusuhan. Nah, Aksi 212 dan Aksi 411 mengubah mindset pesertanya. Ramai tapi relatif damai. Tertib. Boleh dibilang, Revolusi Mental (Revolusi Mindset) terjadi di sini.

Lebih jauh, sebenarnya nilai-nilai Nawacita pun seperti aman, demokratis, melibatkan daerah, menghargai kebhinnekaan dan restorasi sosial, diam-diam sudah tertuang di Aksi 212 ini.

Bayangkan 2 juta lebih massa berkumpul di Monas dan sekitarnya. Begitu massa bubaran, eh sampah juga ikut 'bubaran' alias bersih. Teramat banyak orang yang berlomba-lomba mungutin sampah. Ini sebuah restorasi sosial, bukankah selama ini masyarakat kita dikenal 'masa bodoh dengan sampah'? Belum lagi yang bagi-bagi makanan serasa di Nabawi.

Heroiknya, Aksi 212 lebih membludak daripada Aksi 411. Padahal sebelumnya sudah ada fatwa haram dari seorang tokoh, fatwa bid'ah dari seorang ulama, stigma makar dari polisi, tebar selebaran dari helikopter, boikot transportasi dari aparat, eh tetap saja lebih membludak. Meluber sampai Istiqlal, Thamrin, serta Tugu Tani.

Dan keajaiban kecil pun terjadi. Ketika panitia mulai kuatir peserta akan dehidrasi, keletihan, dan kekurangan air wudhu, eh tiba-tiba ada kejutan: hujan turun di menit-menit menjelang Jumatan. Ya Allah, Engkau memang The Best Planner!

"Rasain kehujanan!" tukas si hater. Hehe, dia tidak tahu bahwa insya Allah: Jumat + Hujan + Jamaah = Makbul.

Meski hujan, massa tak bergeming. Saya yakin akan beda ceritanya kalau kampanye politik atau konser musik. Dihujani begitu, pasti massa akan terbirit-birit.

Lihat pula Surah Anfal 11, hujan seperti itu diturunkan untuk menyegarkan jasad dan meneguhkan kedudukan. Bukankah hujan sedemikian juga pernah diturunkan ketika Perang Badar?

Saat Isra Miraj, Nabi Muhammad bersua dengan malaikat yang sangat ahli soal hujan (lihat Al-Mustadrak Syeikh An-Nuri, jilid 5), bahkan mampu menghitung jumlah tetes air hujan yang tercurah sejak manusia pertama sampai manusia terakhir!

Namun tahukah Anda apa kelemahan malaikat ini? Ternyata, ia tidak mampu menghitung jumlah pahala yang tercurah saat umat Nabi Muhammad berkumpul di suatu tempat dan menyebut-nyebut nama Nabi Muhammad! Masya Allah, bukankah ini juga terjadi di Aksi 212?

Beberapa ustadz pun memaparkan:
- Aksi 411 bagai Sa'i, berjalan dan berlari-lari kecil.
- Aksi 212 bagai Wukuf, duduk diam tak banyak bergerak.
- Boleh dibilang, kedua aksi ini mirip manasik haji terbesar (sekaligus sholat jumat terbesar sepanjang sejarah NKRI). Toh lengkap, ada zikir dan shalawat, ada pembimbing lapangan juga bagai muthawif. Plus sedikit desak-desakan karena ramainya massa, hehe.
- Yang nggak ada cuma Melempar Jumrah. Wah, bahaya nih kalau sampai ada lempar-lemparan dalam Aksi 212. Hehe.

"Ah, hanya orang-orang tolol yang hadir di situ," tukas si hater. Oya? Bukankah presiden, menteri, kapolri, dan panglima turut hadir, selain kyai-kyai dan habib-habib? Hehe, bodohkah mereka? Mohon maaf, saya pun bisa menunjukkan doktor-doktor (S3) dan miliarder-miliarder yang juga hadir, yang insya Allah jauh lebih cerdas dan jauh lebih kaya daripada dirimu wahai hater.
 
Manakala umat tidak memegang media dan kekuasaan, yah mau gimana lagi. Terpaksalah Aksi 212 dan 411 digulirkan. Namun, bagaimanapun juga, kita harus menjauhkan diri dari sikap ujub dan riya. Kembalilah fokus pada tujuan utama. Semoga Allah memudahkan. Aamiin.

Kalau Anda muslim, baiknya Anda membuat tulisan seperti ini. Agar dunia tahu betapa heroiknya aksi ini. Namun sekiranya belum bisa menulis artikel, silakan share tulisan ini. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

posted from Bloggeroid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar