Translate

Tampilkan postingan dengan label Education. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Education. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Februari 2018

Selamatkan Anak Kita

Dari Seminar di Kemang Village, Jakarta.
Pembicara:
Elly Risman, M.Psi (Yayasan Buah Hati)
Inilah isi Sharing kisah dari salah satu peserta seminar tersebut:

Seminar dibuka dengan layar presentasi yang menayangkan contoh SMS anak sekarang dengan bahasa membingungkan yang kini disebut bahasa ‘alay'.

Mungkin Anda berpikir, alaaah… SMS alay kan bisa dibaca, meskipun bikin mata dan otak kerja keras dulu untuk tahu maksudnya. But NO! Tidak satu pun dalam ruangan itu yang bisa membaca SMS di layar.

Ternyata SMS itu harus dibaca harus dengan posisi HP terbalik (bagian atas HP menjadi bagian bawah)!

Dan siap-siap kaget-- isinya adalah:

”Hai, sayang, aku kangen nih. Udah lama kita GA ML (Making Love, alias bersetubuh-red), Yuk, mumpung bonyok lagi pergi, yuk kita ketemuan...”

Seisi ruangan seminar langsung heboh.

Pembicara pun menjelaskan, “SMS sayang-sayangan. anak sekarang sudah bukan lagi ‘I love you’ atau ‘I miss you’, tapi ‘Udah lama GA ML (making love-Red)’.

Ini baru awal seminar, tapi mata semua peserta sudah melotot lebar.
Selanjutnya, pembicara menegaskan bahwa anak-anak kita hidup di era digital. Banyak isi media elektronik dan cetak yang bisa diakses anak-anak, namun sebenarnya mengandung unsur pornografi.

Pornografi bisa ‘mendatangi’ anak-anak kita melalui games, internet, ponsel, TV, DVD, komik maupun majalah:

• Games.
Berdasarkan penelitian, games pada abad ke-21 menampilkan gambar yang lebih realistis, pemain bisa memilih karakter apa saja yang tak ada di dunia nyata. Games juga menuntut keterampilan lebih kompleks dan kecekatan lebih tinggi. Ini semua memberikan tingkat kepuasan dan kecanduan yang lebih besar.

Catatan dari pembicara:

Super hati-hati dengan games anak-anak Anda!

a. Ada games action yang berisi permainan tembak-tembakan, namun ternyata jika anak kita berhasil mencapai level akhir, bonus di akhir levelnya adalah ML dengan PSK.

b. Ada games berjenis role playing yang inti permainannya adalah tentang bagaimana ‘memperkosa paling asyik’!
Anak bisa memilih perempuan model apa yang diinginkan –si perempuan tidak berbusana—lalu tinggal pilih bagian tubuh mana yang mau dipegang pertama kali. Cursor berbentuk tangan yang digerakkan oleh anak-anak kita.

Seisi ruangan seminar langsung heboh lagi. Gumaman ‘astagfirrullah’ bertebaran di ruangan.

Untuk menghindarinya,  pikir baik-baik jika Anda ingin membelikan games untuk anak dan bila anak membeli games sendiri atau meminjam games dari teman. Hati-hati jika di depan sekolah anak-anak atau di sekitar lingkungannya ada warnet! Jenis games yang ada sangat murah dan gampang didapat. Jenisnya sudah di luar perkiraan kita!

• Internet.
Situs porno bertebaran di dunia maya. Jangan salah, pembuatnya terkadang anak-anak kita juga! Bahkan untuk mendapatkan uang, mereka menjual video seks mereka sendiri!.

Kami ditunjukkan ribuan video seks yang gampang diperoleh lewat internet.

Catatan dari pembicara:

a. Siapa bilang ML harus telanjang dan harus di tempat tidur/hotel ? –> Kami ditunjukkan sekilas video ABG berseragam SMP, sedang ML di tangga dan berpakaian lengkap!

b. Hamil? Siapa takut? –> Bisa aborsi!

• Ponsel.
Video-video seks tersebar dengan mudah melalui ponsel. Kapasitas ponsel yang besar memungkinkan si pemilik menyimpan file-file berukuran besar seperti video dan gambar porno. Anak Anda bersih? Bisa jadi dia medapat kiriman gambar/video dari temannya!
Pembicara kami, Ibu Elly, pernah didatangi seorang ibu yang syok karena menemukan gambar vagina seseorang di BB-nya. Setelah ditelusuri, itu milik temen sekolah (perempuan) putranya, yang sering meminjam BB beliau!

• Televisi.
Program TV yang masih pantas ditonton bisa dihitung dengan satu tangan. Lainnya adalah program pembodohan, hantu, kekerasan dan pornografi. Jangan salah, iklan pun bisa menyesatkan. Selain itu, jangan anggap enteng sinteron/film Korea/Jepang! Lama-lama anak bisa ‘tercuci otak’ dan terbiasa dengan kekerasan atau seks bebas!

• Komik.
Ya, komik memang bergambar kartun. Tapi soal cerita, ada komik-komik tertentu yang tidak kalah ‘seram’ dari novel porno. Bahkan lebih mengerikan karena didukung dengan gambar. Gambar sampul depan bisa jadi tidak menyiratkan kepornoan apa pun. Tapi di dalamnya, ujung ceritanya ternyata tentang seks bebas.
Dari survei yang telah dilakukan pembicara, salah satu judul games, komik, dan DVD yang masuk dalam kategori ‘bahaya’adalah NAR API  NERAKA.
Hati-hati!

Apa tujuan semua ini? Apa yang ‘mereka’ inginkan dari anak-anak kita?

1. Yang mereka inginkan, anak dan remaja kita memiliki mental model porno.

2. Agar anak-anak kita mengalami kerusakan otak permanen, yang hasil akhir yang diincar adalah incest!

3. Sasaran tembak utama adalah anak-anak yang belum baligh. Jika anak-anak ini sudah mengalami 33--36 ejakulasi, mereka akan menjadi pecandu pornografi. Merekalah pasar masa depan bagi industri pornografi: Perfilman, majalah, musik, jaringan TV kabel, pembuat dan pemasar video games.
Proses kecanduan dan akibatnya:

1. Di dalam otak ada bagian yang disebut Pre Frontal Cortex (PFC). PFC adalah tempat dibuatnya moral, nilai-nilai, rasa bertanggung jawab untuk perencanaan masa depan, organisasi, pengaturan emosi, kontrol diri, konsekuensi dan pengambilan keputusan. PFC akan matang pada usia 25 tahun.

2. Sekali anak mencoba kenikmatan semu, maka ia akan kebanjiran hormon dopamin (hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus). Akibatnya ia akan merasa senang, tapi kemudian dalam hatinya timbul perasaan bersalah.

3. Saat anak merasa senang (kebanjiran dopamin), ia akan terganggu dalam: Membuat analisa, penilaian, pemahaman, pengambilan keputusan, makna hubungan, dan hati nurani. Akibatnya, spiritualitas atau imannya akan terkikis. Anak pun ‘tumbang, memilliki mental model porno yang bisa saja berujung pada incest!

4. Narkoba ‘hanya’ akan merusak tiga bagian otak , tetapi pornografi/seks akan merusak lima bagian!

5. Jika anak sudah ejakulasi 30-33 kali menurut penelitian, sensor otaknya akan mengalami kerusakan permanet (seperti mobil tua yg sudah bobrok).

Kelalaian kita sebagai orang tua:
• Selama ini telah terjadi kesalahan budaya karena ada pemahaman bahwa yang mengasuh anak hanya ibu. Ayah mencari nafkah saja. Bila memang perlu, baru lapor ayah. Ini salah besar. Keluarga Indonesia memerlukan revolusi pengasuhan!

• Orang tua kurang menghabiskan waktu dengan anak dan hanya menjadi weekend parent. Anak diikutkan les sana sini. Pertanyaan orang tua ke anak hanya.

Bagaimana les-nya tadi?
Nilaimu berapa, Nak?
Kamu nggak bolos, kan?
Kamu bisa ngerjain ujian hari ini?’ Akibatnya, anak-anak menjadi BLASTED (Boring–>Lazzy–> Stressed!)

• Orang tua merasa cukup menyekolahkan anak-anak di sekolah berbasis agama. Penerapannya? Nol besar! Orang tua menyuruh anak salat tepat waktu, sementara orang tua salatnya bolong-bolong. Orang tua berbaju tertutup, tapi anaknya main ke mal hanya memakai rok mini dan tanktop. Anak disuruh les mengaji padahal orang tuanya tidak bisa mengaji!

• Orang tua terkadang hanyut dalam tren. Melihat teman-teman anak di sekolah punya iPod, anak buru-buru dibelikan iPod juga. Orang tua malu karena anaknya hanya punya ponsel jadul yang cuma bisa SMS dan telepon? Anak pun dibelikan Gadget paling mutakhir.

• Orang tua bisanya memfasilitasi anak dengan gadget terkini, tapi gagap teknologi alias gaptek. Buktinya, baca SMS alay saja nggak bisa! Bagaimana mau mengawasi anak? Karena itu, jadi orang tua harus gaul dan pintar.

• Orang tua membelikan anak gadget/perangkat teknologi tanpa tahu akibat negatifnya, tanpa penjelasan dan tanpa persyaratan untuk anak.

• Orang tua sekarang adalah generasi orang tua yang abai, generasi orang tua yang pingsan! Yang penting anak sekolah,les, diam di rumah depan komputer, games, ponsel dan TV. Yakin, anak Anda aman?

• Orang tua jarang bisa berkomunikasi secara baik dan benar dengan anak, tidak memahami perasaan anak dan remaja.

Menjadikan anak tangguh di era digital:

1. Hadirkan Alloh di dalam diri anak. Ajarkan untuk selalu ingat Alloh dan taat kepadaNya sejak kecil. Hindari ucapan, ‘Jangan sampai kamu hamil ya! Bikin malu keluarga! Bapak Ibu malu!’ Ini salah besar. Ajarkan bahwa di manapun dia berada, Alloh tahu apa yang dia perbuat.

2. Perbaiki pola pengasuhan. Libatkan kedua-belah pihak. Jangan jadi orang tua yang abai dan pingsan.

3. Anak perlu mendapat validasi, yaitu ‘penerimaan, pengakuan dan pujian’. Jangan jadikan anak Anda BLASTED alias Boring –> Lazy –> Stressed!

4. Bimbing anak agar bisa mandiri dan bertanggung jawab pada Alloh, diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

5. Memberikan fasilitas pada anak harus dengan landasan dan persyaratan agama yang jelas.

Kiat menangkal pengaruh negatif yang datang melalui:
1. KOMIK
• Cek bacaan anak.
• Baca dulu sebelum membeli.

• Secara berkala, periksa meja belajar/lemari/kolong tempat tidur anak. Ingat, jangan sampai ketahuan anak!

• Kenalkan anak pada berbagai jenis bacaan.

• Diskusikan bacaan dengan anak.

2. GAMES
• Perhatikan letak komputer/media video games di rumah.
• Buat kesepakatan dengan anak tentang:
o Berapa kali dalam seminggu boleh bermain games.
o Kapan waktu yang tepat untuk main.
o Games apa yang boleh dimainkan
o Sanksi apa yang diberlakukan jika melanggar

• Dampingi anak dalam membeli games dan cek selalu rating games dalam kemasan games.

Banyak video games memiliki rating AO (Adult Only) atau M (mature) yang dibajak oleh ESRB (Entertainment Software Rating Board -- lembaga pemberi rating untuk games hiburan) lalu diubah rating-nya menjadi Teen, seperti GTA San Andreas, Mass Effect, Gta IV dan banyak lagi.

Catatan:
Maraknya games kekerasan yang menampilkan adegan seksual di tengah-tengah permainan seperti ‘GTA: San Andreas’ dan ‘Mass Effect’ mendapat kecaman keras dari banyak kalangan seperti Jack Thompson dan Hillary Clinton. Hal ini memaksa produsennya mengganti rating ESRB-nya menjadi AO (awalnya M <Mature>) dan mengakibatkan profit perusahaannya turun hingga $28.8 juta.

Salah satu peristiwa tragis yang dipicu oleh games kekerasan terjadi pada 20 Oktober 2003. Aaron Hamel dan Kimberly Bede menjadi korban penembakan yang dilakukan oleh dua remaja, William dan Josh Buckner, karena keduanya terinspirasi setelah memainkan GTA:III.
Akibat kejadian itu, Aaron meninggal dunia, sedangkan Kimberley mengalami luka parah.

3. TV
• Atur jam menonton TV
o No TV di bawah umur 2 tahun.
o Anak 5--7 tahun paling lama menonton TV: 2 jam/hari

• Kenalkan dan diskusikan tentang program TV yang baik dan buruk.

4. INTERNET
• Perhatikan letak komputer. Jangan pasang komputer menghadap dinding.

• Lakukan filterisasi terhadap situs porno (pasang alat pemblokir situs porno).

• Buat kesepakatan tentang waktu bermain internet.

• Secara berkala, cek situs apa saja yang telah dibuka anak di komputer.

Ikhtiar terakhir orang tua:

1. Perbanyak mendengarkan perasaan. Gunakan dua telinga lebih sering daripada satu mulut.

2. Orang tua harus TTS (tegas, tegar, sabar).

3. Meningkatkan diri dengan berbagai macam pengetahuan melalui seminar, pelatihan, buku parenting dan ilmu agama)

4. Setelah semua upaya —> DOA.

Jujur, ketika saya mengikuti seminar ini, beberapa kali saya menitikkan airmata.

Betapa saya merinding hebat dan ingin segera pulang memeluk anak-anak saya.

Semoga kita tidak termasuk jenis orang tua yang pingsan dan abai.

Semoga anak-anak kita menjadi orang saleh yang selalu dilindungi oleh Yang Maha Kuasa.

Silahkan share untuk membantu kawan kawan kita yang sudah berkeluarga ataupun belum sehingga paling tidak para ibu mempunyai pengalaman untuk melakukan proteksi terhadap anaknya.

Selasa, 13 Februari 2018

Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang Menghukum di Indonesia

Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal, dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya, tulisan itu buruk. Logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat.

“Maaf, Bapak dari mana?”
“Dari Indonesia,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak
anaknya dididik di sini,” lanjutnya.

“Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement!”, dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam.

Padahal, saat menempuh ujian program doktor di luar negeri, saya dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan para dosen penguji memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun, suasana ujian dibuat sangat bersahabat.

Seorang penguji bertanya, sedangkan penguji yang lainnya tidak ikut menekan. Melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan
kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

Etikanya, seorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan. Tapi yang sering terjadi di tanah air justru penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya.

Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukannya melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul.

Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga cenderung menguji dengan cara menekan. Ada semacam unsur balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Lantas saya berpikir, pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakter hasil didikan guru-gurunya sangat kuat: yaitu karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu, saya pun mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa bersalah karena telah memberinya penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya justru mengatakan bahwa “gurunya salah”. Kini, saya mampu melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

*Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan rasa takut?*

Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: Rotan pemukul, dilempar kapur atau penghapus oleh guru, setrap, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata ancaman: Awas…; Kalau…; Nanti…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin membuat kita lebih disiplin. Namun, juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat.

Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari. atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, kecerdasan m anusia dapat tumbuh, tetapi sebaliknya juga dapat menurun.

Ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi, juga ada orang yang “tambah pintar” dan ada pula orang yang “tambah bodoh”.

Mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan.

Bantulah anak Indonesia untuk maju.

#Smoga bacaan ini, bisa bantu kawan kawan tentang makna mendidik..
Mendidik adalah untuk merangsang anak agar maju,
Membantu menemukan potensi terbaik anak dan mengembangkannya,
Menjadikan anak berbudi pekerti yang baik.

Oleh: Rhenald Kasali (guru besar UI)

Senin, 29 Januari 2018

Beasiswa fullbright

Siapa tau ada saudara/kenalan yg membutuhkan

Beasiswa S1 Jepang Mitsui-Bussan Scholarship (Full Scholarship)

(Cpdr:eml0812133001Xxgrp.fcfg260118/1243)

Beasiswa ini sangat cocok bagi yang ingin mempelajari kebudayaan Jepang, karena Beasiswa Mitsui-Bussan memiliki tujuan agar para siswa terpilih dapat mempelajari budaya dan tradisi di Negeri Sakura tersebut. Selain itu, diharapkan para penerima beasiswa dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan di Indonesia setelah menyelesaikan kuliah di Jepang.

Beasiswa S1 Jepang Mitsui-Bussan akan diberikan selama _jangka waktu 5,5 tahun_ yang meliputi rincian berikut:

1. Kursus bahasa Jepang: 1,5 tahun (18 bulan)_ yang akan dilaksanakan pada Tokyo Japanese Language Education Center of Independent Administrative Institution, Japan Student Services Organization, Tokyo, Jepang
2. Masa Studi S1 di Universitas yang terdapat di Jepang: 4 tahun (48 bulan)_
Untuk masa studi tahun 2018, beasiswa ini akan diberikan dari bulan Oktober 2018 s/d Maret 2024.

Cakupan beasiswa yang diberikan :

1. Tunjangan biaya hidup senilai 145,000 yen (Rp 17juta) per bulan.

2. Tiket pesawat kelas ekonomi PP Indonesia – Jepang pada awal dan akhir masa pemberian beasiswa.

3. Tunjangan kedatangan senilai 50,000 yen (Rp 5,9juta) yang diberikan pada saat kedatangan di Jepang.

4. Tanggungan penuh biaya perkuliahan termasuk biaya pendaftaran dan biaya kursus bahasa Jepang.

5. Akomodasi:
– Pada 1,5 tahun pertama selama masa kursus bahasa Jepang, penerima beasiswa akan tinggal di asrama Japanese Language Center. Penerima beasiswa akan mendapatkan subsidi lodging sejumlah 5.000 yen per bulan.
– Saat menjalani masa perkuliahan, pelamar dapat tinggal di asrama, kos, atau apartemen yang telah ditentukan oleh Mitsui Bussan Scholarship. Penerima beasiswa akan mendapatkan subsidi lodging sejumlah 25.000 yen per bulan.

6. Asuransi kesehatan, penerbangan, dan kecelakaan selama masa penerimaan beasiswa.

7. Pembiayaan buku dan materi saat kursus bahasa Jepang dan selama masa studi di universitas.

Untuk biaya makan, transportasi selama masa studi dan biaya lainnya ditanggung oleh masing-masing peserta.

Bidang studi yang dapat dipilih:
1. Studi mengenai Sains dan Teknik (4 tahun kuliah) yang meliputi:
a. Mathematics, Physics, Chemistry, Information & Computer Science, Biology, Biophysics & Biochemistry, Geology, dll.
b. Civil Engineering, Architecture, Urban Engineering, Environmental Engineering, dll.
c. Mechanical Engineering, Precision Engineering, dll.
d. Ship Building & Ocean Engineering, Aeronautics, dll.
e. Electrical Engineering, Electronics, Information & Communication Engineering, dll.
f. Metallurgy, Materials Science, dll.
g. Applied Chemistry, Chemical Engineering, dll.
h. Industrial Engineering, Factory & Production Management, Plant Management, dll.
i. Agricultural Engineering, Forest & Fishery Science, Agricultural Chemistry, Agro biology, Food Engineering, dll.
Catatan: Pelamar tidak dapat memilih bidang studi Ilmu Kedokteran, Farmasi, dan Kedokteran Hewan karena masa studi yang lebih panjang.

2. Studi mengenai Ilmu Sosial, Bisnis, dan Niaga (4 tahun kuliah) yang meliputi:
a. Civil Law, Public Law, Political Science, dll.
b. Economic Theory, Economic History, Economic Policy, dll.
c. Enterprise Management, Accounting, Commerce & Marketing, Finance, Insurance, Industrial Relations, Econometrics, International Economics, dll.

Persyaratan:
1. Merupakan Warga Negara Indonesia.

2. Pelamar berusia kurang dari 20 tahun per tanggal 1 April 2018.

3. Belum menikah dan bersedia tidak menikah selama menjalani masa penerimaan beasiswa.

4. Dapat diikuti bagi yang sudah lulus SMA maupun bagi pelajar kelas 12 SMA jurusan IPA atau IPS. Untuk jurusan IPA, nilai Matematika, Fisika, Kimia dan Bahasa Inggris minimal 80. Sedangkan untuk jurusan IPS, nilai Matematika, Ekonomi, Geografi, dan Bahasa Inggris minimal 80. Bagi lulusan SMA, nilai minimal tersebut dilihat selama 3 tahun sekolah, sedangkan bagi pelajar kelas 12, nilai minimal tersebut dilihat pada dua semester terakhir.

5. Bersedia untuk belajar bahasa Jepang dan mendapatkan pendidikan di universitas dalam bahasa Jepang.

6. Sehat jasmani dan rohani dan tidak terinfeksi penyakit.

Tata Cara Pendaftaran:
Untuk mendaftar Beasiswa S1 Jepang Mitsui-Bussan Program, pelamar harus mendaftar dengan langkah-langkah berikut:

Pertama, pelamar mengisi Formulir Pendaftaran pada website: www.mbkscholarship-id.com.
_Pendaftaran baru akan dibuka pada tanggal 1 Februari 2018_

Silahkan bagi yang tertarik untuk detilnya bisa di cek di website : _www.mbkscholarship-id.com_

Source : Dani Dahlia

Senin, 16 Januari 2017

ORANGTUA HELIKOPTER YANG MERUSAK MASA DEPAN ANAK

“Kamu hari ini ujian masuk SMA kan, Nak? Ini Mama sudah siapkan bekal makan siang kamu dan alat tulis lengkap di tas. Mama juga sudah telepon gurumu kalau-kalau jalan macet dan kamu datang agak telat. Ayo berangkat, Mama yang antar.”

“Bapak dengar dari tetangga katanya kamu bertengkar sama anaknya Bu Heni? Bapak mau ke rumah Bu Heni sekarang, mau Bapak tegur Bu Heni supaya lebih ngawasin anaknya. Enak aja ngajakin berantem anak orang.”

“Kamu kok belum telpon Ibu hari ini, Nak? Biasanya setiap hari kamu telpon, minimal kirim pesan. Kamu sedang apa? Sudah makan belum? Hari ini kuliahmu bagaimana? Main sama teman jangan lama-lama. Telpon Ibu segera ya.”

Merasa familiar dengan gaya percakapan di atas? Pernahkah Anda mendengar teman Anda sesama orangtua melakukan hal yang demikian? Ataukah Anda sendiri yang pernah melakukan hal-hal tersebut? Bisa jadi tanpa Anda sadari, Anda telah menjalankan pola pengasuhan overprotektif dan menjadi seorang orangtua helikopter.

Apakah itu pola pengasuhan helikopter?

Fenomena orangtua helikopter atau orangtua baling-baling muncul pertama ali dalam buku “Between Parent and Teenager” yang ditulis oleh Dr. Haim Ginott pada tahun 1969. Penggunaan kata ‘helikopter’ di sini sebagai kiasan untuk menggambarkan para orangtua yang terus melekat pada anaknya, ‘terbang rendah’ selalu berada di atas kepala anaknya seperti helikopter.

Di Amerika sendiri, pola pengasuhan helikopter lebih umum ditemukan di daerah-daerah urban atau perkotaan karena terdapat kecenderungan pola pengasuhan ini dilakukan oleh orangtua dari kalangan kelas menengah yang terdidik.

Sebuah artikel di Hufftington Post memuat penelitian ilmiah pada tahun 2012 yang menyimpulkan bahwa anak-anak dengan orangtua helikopter tidak terlalu antusias dalam belajar atau terlibat secara akademis saat kuliah. Penelitian terbaru di tahun 2015 dari Birgham Young University bahkan menyimpulkan bahwa anak-anak dari orangtua helikopter lebih rentan terhadap perilaku beresiko seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, merokok, dan konsumsi alkohol berlebihan. Menurut penelitian tersebut, bahkan meskipun orangtua si anak mengasuhnya dengan kehangatan dan penuh kasih sayang, efek buruk dari pengasuhan ala helikopter akan tetap ada.

George Glass, MD dan David Tabatsky, psikiater senior dan spesialis parenting mengungkapkan bahwa pola pengasuhan helikopter membuat anak menjadi cenderung pada berkelakuan buruk serta pribadi pencemas, sombong dan narsistik yang tidak mampu menghadapi tantangan dalam hidup keseharian karena mereka tidak dibiarkan mengemban tanggung jawab secara baik atau menyelesaikan masalah mereka sendiri –selalu ada orangtua yang hadir dan menyelesaikannya untuk mereka.

APAKAH KITA ORANGTUA HELIKOPTER?

Menurut para ahli dari berbagai sumber, ciri-ciri dari orangtua helikopter antara lain adalah :

*Ketidakmampuan untuk melepaskan anak untuk mandiri*
Para orangtua helikopter merasa sangat kehilangan bila anak tidak berada di bawah pengawasan mereka langsung atau bila mereka tidak melihat anak mereka. Sebagian besar dari para orangtua helikopter juga kesulitan berkonsentrasi mengerjakan tugas lain bila anak mereka tengah bersekolah atau beraktivitas di luar. Mereka secara konstan memikirkan keadaan anak tidak mampu melepaskan diri secara emosional dan membiarkan anak mandiri.

*Memanjakan Anak secara Berlebihan*
Ketika orangtua ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya biasanya mereka menyediakan apapun yang anak butuhkan begitu saja.  Hal ini dapat berujung pada kecenderungan memanjakan anak secara berlebihan.

*Kerap Melobi Kemudahan untuk Anak*
Aalih-alih membiarkan anak belajar dari kesalahan, orangtua helikopter cenderung maju untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi si anak bahkan biarpun si anak sudah beranjak remaja. Mereka kerap menemui guru/atasan/figur otoritas lainnya untuk membela kepentingan anak mereka.

*Menjadi Satpam bagi Anak*
Tidak membiarkan anak terlibat dalam aktivitas-aktivitas tertentu, tidak membiarkan anak mencoba menyelesaikan masalah mereka sendiri sebelum turut campur, atau malah mengupayakan agar si anak untuk terhindar dari konflik apapun, adalah jelas-jelas merupakan pola pengasuhan helikopter.

*Selalu Ikut Campur Mengerjakan PR atau Tugas Anak*
Sesekali membantu anak untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka adalah hal yang bagus, tetapi berulang kali melakukannya atau orangtua malah mengerjakan tugas si anak adalah tanda-tanda kita tengah menerapkan pola pengasuhan helikopter.

*Takut Kuman yang Berlebihan*
Ketakutan yang berlebihan pada kuman atau Germaphobia adalah kecenderungan untuk menghindari kuman dan bakteri secara akut. Takut kuman berlebihan ini  berujung pada perilaku orangtua yang serba melarang anak untuk bermain dengan bebas karena terlalu khawatir si anak akan terkena kuman atau bakteri.

*Mengawasi Anak Kemanapun Ia Pergi*
Salah satu tanda pola pengasuhan helikopter adalah orangtua yang berusaha mengawasi dan mengontrol anaknya dengan berlebihan. Orangtua selalu ingin tahu dimanakah si anak baik melalui telepon atau mengamati secara langsung.

*Membebani Anak dengan Terlalu Banyak Kegiatan Ekstrakurikuler*
Orangtua helikopter seringkali membebani anak dengan kegiatan ekstrakurikuler yang berlebihan karena mereka ingin memastikan bahwa si anak mendapatkan sebanyak mungkin pengalaman. Seringkali tindakan ini dilatarbelakangi oleh keinginan orangtua untuk

*Memuji Anak secara Berlebihan*
Dengan alasan rasa sayang terhadap anak, orangtua helikopter berusaha agar anak tidak perlu merasakan kegagalan atau kekecewaan dalam keseharian mereka. Karena itulah orangtua helikopter sering menumpuk pujian demi pujian secara berlebihan pada anak.

Secara garis besar, gaya pengasuhan ala Helikopter mengikuti tiga pola utama mikro manajemen yaitu :

- Orangtua melakukan apa yang sudah bisa dilakukan sendiri oleh anak
- Orangtua melakukan apa yang hampir bisa dilakukan sendiri oleh anak (anak sudah tahu caranya dan sedang belajar mempraktekkannya)
- Orangtua menjalankan pola pengasuhan berdasarkan kebutuhan ego diri sendiri dan bukan kebutuhan anak

Seringkali kita sebagai orangtua merasa bahwa apa yang kita lakukan untuk anak bukanlah bentuk kontrol ketat tapi merupakan ungkapan rasa sayang dan cinta kita terhadap anak tersebut. Namun, ternyata pola pengasuhan helikopter yang berlebihan seperti dijabarkan di atas dapat membuat anak menjadi tidak percaya diri, manja, malas, dan malah cenderung pada perilaku beresiko. Jangan sampai ini terjadi pada anak kita ya, Mom and Dad.

Sumber tulisan :

Oleh: Zulfa Ruhama (Zulfairy) ; penulis buku-buku dan rubrik anak.

1. Confessions of a Helicopter Parent, Ellen Bottner and Richard Bottner
https://www.grinnell.edu/sites/default/files/documents/helicopter_0.pdf

2. Helicopter Parenting—It’s Worse Than You Think, Hara Estroff Marano
https://www.psychologytoday.com/blog/nation-wimps/201401/helicopter-parenting-its-worse-you-think

3. Extra Love Doesn’t Make Up For Negative Effects Of Helicopter Parenting, Study Finds, Carolyn Gregoire
http://www.huffingtonpost.com/2015/06/09/helicopter-parenting-negative-impact_n_7494932.html

4. Extra love and support doesn’t make up for being a helicopter parent, Joe Hadfield
https://news.byu.edu/news/extra-love-and-support-doesnt-make-being-helicopter-parent

5. The Overparenting Epidemic: Why Helicopter Parenting Is Bad for Your Kids . . . and Dangerous for You, Too!, George Glass, MD and David Tabatsky

Zulfa Ruhama (Zulfairy) adalah pemerhati dunia anak yang juga penulis buku anak. Ia telah menerbitkan belasan buku anak dan remaja serta turut berkolaborasi di berbagai program pemerintah guna mengembangkan kreativitas anak dan remaja. Kecintaannya pada dunia anak sempat membawanya terjun menjadi bagian dari redaksi majalah anak dan editor buku anak di sebuah BUMN. Ia berdomisili di Jakarta, web blog pribadinya dapat dikunjungi di
http://www.zulfairy.com

Selasa, 29 Maret 2016

Maya Safira Muchtar Is Yoga Teacher


Acharya (Yoga Teacher in the Ancient Tradition) Archanā, or known as Maya Safira Muchtar, who is the Director of L’Ayurveda (center for wellness), has dedicated her life to Journey into Self and dissemination of promoting health and inner beauty through Ayurveda and Yoga for the last 16 years. She has the special gift of awakening hope in suffering hearts and minds and communicating directly with one’s Soul. Her life totally changed after she met her spiritual Master, Anand Krishna. He introduced her to the wolrd of Eternal Happiness. As an Ayurvedic Lifestyle Counselor, healer and a hypnotherapist instructor; she dedicates her life in healing, meditation and yoga. She is also involved in humanitarian services, interfaith movement and has great concern for education.