Translate

Selasa, 26 Agustus 2008

'jujur, patuh, setia,'

‘Siapakah kamu tersenyum manis dengan memandangku?..
Aku tak mengenalmu yang tiba-tiba ada di hadapanku,
Siapa kamu wajahmu susah dilihat karena seharusnya aku curiga.
Siapakah kamu apakah kamu seorang bapak, seorang ibu, kakek-kakek,
Nenek-nenek, laki-laki atau wanita? ‘

‘Tuanku perkenalkan hambamu ini adalah seorang pengabdi,
Mengapa Tuanku lupa bahwa aku adalah sang pengabdi?’

‘Aku tak lupa tapi permata berkilauan di jidatmu begitu terang sinarnya sehingga
Aku silau melihatmu dan aku tak mampu memandang wajahmu yang menyenangkan itu
Dan tak bisa menebak siapa kamu laki-laki atau perempuan.’

‘Kalau begitu Tuanku Paduka yang Mulia memang pelupa, kenapa tak mengenalku sang Pengabdi?’

‘Karena Aku silau melihatmu yang bercahaya terang.’

‘Tuanku yang Mulia ingatlah, aku adalah pengabdimu yang setia.’

‘Mengapa engkau menyebutku Tuanku yang Mulia, apa maumu dan apa kehendakmu?’

‘Kemauanku adalah membuat Tuanku bahagia.’

‘Aku sudah bahagia,

‘Kalau begitu hamba sang pengabdi akan membuat Tuanku bertambah bahagia’

‘Kalau begitu silahkan.’

‘Hamba akan menghibur Tuanku dengan bernyanyi’

‘Kalau begitu silahkan.’
Sang pengabdi kemudian bernyanyi :

‘Hamba haturkan kidung yang Agung kepada yang Mulia,
Pujian mengharukan dan gembira hamba tujukan pada yang Agung,
Hamba nyanyikan pujian kepada yang mengetahui tempat emas,Intan
Dan permata yang berada di gunung, bukit, lembah, sungai dan laut.
Dengarlah ini nyanyian dengan pekikkan, suara keras menggelegar
Menguak gunung dan mengeluarkan isinya berupa emas dan permata,
Dengarlah kidung kebahagiaan ini dengan nyanyian keras menggelegar
Pecahkan gunung dan cadas mengeluarkan intan berkilau.



Dengarlah senandung nada dengan suara keras bagai petir membelah sunyi
Menghalau sepi,
Dengan nyanyian indah puji-pujian untuk yang Agung semoga Yang Mulia
Tuanku Bahagia.

‘Apakah tuanku sudah bahagia?’

‘Belum.’

‘Mengapa Tuanku belum bahagia?’

‘Karena Nyanyianmu membelah gunung dan mengeluarkan isinya, kenapa begitu mengerikan.. Karena Aku yang engkau sebut ‘Yang mulia Tuanku’ ternyata saat ini
Hanya seorang budak’

‘O begitu?..ya memang, yang Mulia Tuanku memang budak yang bekerja keras mencari emas, membelah batu untuk di asah menjadi permata, yang mengais sungai menambang pasir untuk membuat istana, yang membolongi tanah untuk mendapatkan minyak, sama seperti tuan tuanku yang lain.’

‘Jadi kamu juga mengabdi pada tuan tuan yang lain selain aku?’

‘Begitulah Paduka yang Mulia…
Hamba mengabdikan diri hamba pada orang-orang baik yang diperbudak,
Hamba mengabdikan diri hamba pada orang saleh yang teraniaya,
Hamba mengabdikan diri hamba pada orang baik yang tersiksa,
Hamba mengabdikan diri hamba pada orang saleh yang tak memperoleh keadilan,
Hamba mengabdikan diri hamba pada orang baik-baik yang diperkosa dan dirampas
Haknya,
Hamba mengabdikan diri hamba pada wong Agung yang bekerja dengan cucur keringat,
Haus mencekak, lapar keroncongan, dengan di cemeti oleh terik matahari,penghinaan dan perampasan hak..dan hebatnya lagi yang membuat hamba kagum pada Tuan Tuanku itu semuanya ikhlas menerima. Hamba mengabdi pada Yang Mulia Tuanku supaya Tuanku selalu semangat bekerja dengan tanpa mengeluh rasa lelah, letih, lesu, lemah, putus asa, dan kemudian bekerja tanpa pamrih, dengan begitu pohon-pohon yang paduka telah tebang, pasir yang Paduka telah ambil, lembah dan gunung yang Paduka telah bolongin, tanah yang Paduka gali akan muncrat dan timbul banjir bandang dan longsor, gunung akan njeblug, dengan begitu asap gunung meletup yang seperti awan akan menutupi sinar matahari, dengan begitu siang menjadi gelap, dengan begitu selama berbulan-bulan
Tanaman tidak terkena sinar matahari dan panen menjadi gagal, awan gelap menyelubungi daratan muka bumi, dengan begitu dunia bagian timur, barat, utara, selatan pergantian musimnya tak teratur dan menjadi dingin beku dan gagal panen, artinya hasil pangan dunia tak cukup dan terjadi bencana kelaparan dan penyakit yang parah,



Dengan begitu semuanya akan menjadi lapar, tak peduli penguasa dan hamba, orang kaya dan orang miskin, tak peduli kakek atau nenek, pria atau wanita, dewasa atau kanak-kanak, tumbuhan atau binatang, semuanya sengsara dan semuanya mati. Sebelum mati mereka bingung tapi pura-pura tak bingung, takut tapi pura-pura tak takut, butuh tapi pura-pura tak butuh, emas yang mereka punya menjadi tak berharga, uang di bank habis di rampog, para pembantu dan pekerja mereka kabur karena tak di gaji dan tak di beri makan, pengawal mereka merampas harta dan barang berharga milik tuannya, keluarga mereka saling menyelamatkan diri berburu di alam liar untuk makanan, binatang yang di buru habis, akhirnya mereka mencongkel mata saudaranya untuk makan pagi, mereka potong paha kaki tetangganya untuk makan siang, dan kemudian mereka mencincang temannya untuk makan malam, dan kemudian mereka rebus tulang belulang temannya untuk sup dan mereka sedot sum sum tulangnya sebagai hidangan penutup. Mereka telah berubah menjadi binatang yang memakan sesamanya. Segala bangsa jin, syetan, hantu, dedemit, mahabuta dan iblis meraung-raung menangis karena sudah tak ada lagi manusia dan hewan yang akan di ganggu dan disantap. Mereka juga menjadi lapar dan akhirnya jin memakan syetan, dan syetan menyantap hantu, dan hantu memakan dedemit, dan dedemit memakan mahabuta, dan mahabuta memangsa iblis, dan kemudian iblis memakan jin. Ini semua akibat para penguasa yang telah memperbudak para tuan dan majikanku yang terhormat untuk menebang pohon tanpa menyuruh menanam kembali, mengotori sungai tanpa mensucikannya, menggunduli hutan tanpa menanam kembali di bagian yang lain, merampas hidup tanpa memberi kehidupan. luar biasa..gempar.. betapa dahsyatnya hari itu.’

‘Cukup dan hentikan, betapa mengerikan dan jorok ocehanmu itu, sekarang jawab pertanyaanku, bagaimana dengan aku, kamu dan tuan-tuanmu tempat engkau mengabdi?’

‘O Yang Mulia Tuanku Paduka, pada saat itu Yang Mulia dan Hambamu ini sudah tidak ada lagi karena daging pada tubuh yang Mulia dan Hamba ini telah berubah menjadi gunung-gunung yang pernah kita lobangi, dan darah Yang Mulia telah berubah menjadi air sungai yang jernih, dan tulang belulang Paduka Yang Mulia telah berubah menjadi pohon, bukit dan ngarai, keringat kita yang dulu bercucuran telah berubah menjadi harum bunga semerbak wangi Saffron..’

‘Dan bagaimana dengan mereka yang telah memperbudakku?’

‘Paduka Yang Mulia dengan sangat menyesal hamba memberitahukan bahwa mereka telah tiada karena telah di makan sebagai santapan sesama mereka dan kemudian kembali di keluarkan sebagai kotoran untuk menjadi pupuk tanaman, mereka sangat berguna untuk tanah di bumi ini pada waktu yang akan datang.’

‘Jadi.. bumi tempat kita berpijak masih ada diwaktu yang akan datang?’

‘Begitulah Paduka Yang Mulia, semua disediakan untuk Paduka Yang mulia.’


‘Jadi aku akan mendapat kebahagiaan?’

‘Begitulah Yang Mulia.’

‘Jadi aku akan mendapatkan kesejahteraan?’

‘Begitulah Yang Mulia.’

‘Jadi.. aku akan mendapatkan Kemuliaan?’

‘Begitulah Paduka Yang Mulia.’

‘Kapan semua akan terjadi?’

‘Semua akan terjadi melalui proses dan lakon, oleh karena itu supaya terjadi Paduka Yang Mulia harus menjadi budak yang baik, Jadilah budak yang patuh walau tertindas, jadilah budak yang kuat walau tak makan, jadilah seorang budak yang jujur walau tak di gaji, jadilah seorang budak nafsu yang setia melayani birahi Tuanmu tanpa merasa terhina, Jadilah seorang budak yang rajin walau di pecut, Jadilah seorang budak yang ikhlas tanpa pamrih, jadilah seorang budak yang tanpa mengeluh capek, lesu, lelah, letih dan lemah, Karena semua ini adalah lakon yang harus dilalui oleh Paduka yang Mulia untuk memperoleh keselamatan, kesejahteraan, kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan di waktu yang akan datang..

Karena semua ini adalah… Karma…


Dimas Handono Djati.
Jagakarsa
Jakarta selatan
Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar